Oleh: Liven R
BERBICARA tentang bahaya penyalahgunaan narkoba, kita berbicara
tentang masa depan individu, kelompok masyarakat, dan tentang nasib suatu
bangsa.
Narkoba, disebut
juga dengan istilah napza (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif) sesungguhnya
merupakan senyawa-senyawa psikotropika yang pada penggunaan wajar (dengan dosis
yang tepat) oleh profesional medis adalah sebagai penghilang rasa nyeri dan penghilang
kesadaran pasien pada saat tindakan pengoperasian akan dilakukan.
Namun dewasa
ini, penyalahgunaan narkoba di kalangan masyarakat, telah menjadi momok yang
menjerat kehidupan, tak hanya penggunanya saja, namun juga memberi dampak
negatif secara meluas bagi lingkungan sekitar.
Secara umum,
penyalahgunaan narkoba bagi individu terkait akan menimbulkan risiko kecanduan,
perubahan aktivitas mental dan perilaku, memengaruhi kesadaran — menimbulkan
halusinasi, mempercepat kerja otot jantung, mengurangi aktivitas fungsional
tubuh (menghilangkan kesadaran), melemahkan dan merusak kerja syaraf otak,
menimbulkan sesak nafas, terjangkit HIV (akibat penggunaan jarum suntik secara
bergantian), hingga menimbulkan kematian.
Jangan Pernah Mencoba Narkoba!
Seberapa
mengerikan sesungguhnya efek dari penyalahgunaan narkoba itu? Apa yang
dirasakan pengguna pada taraf kecanduan ekstrem?
Bertahun-tahun
penulis menyimpan pertanyaan di atas dan tak henti mencari jawab — sebagai bagian
dari upaya turut memerangi penyalahgunaan narkoba yang disinyalir secara
memprihatinkan telah menyentuh kehidupan masyarakat tak hanya kelompok usia
tua; dewasa, namun juga remaja; pria
maupun wanita.
Minggu siang,
penulis berhasil menemui Eks, begitu saja kita sebut namanya, mantan pemadat
(pria) yang kemudian bersedia menceritakan secara gamblang pengalaman hidupnya
dahulu di lembah kekelaman akibat narkoba. Pengalaman yang — bagi penulis — tidak semua orang sanggup mengungkapkannya.
Dikisahkan oleh Eks,
dirinya mulai mengenal narkoba di tahun 1994, pada usianya yang masih sangat
muda, yakni duapuluh satu tahun. Bermula dari coba-coba terhadap obat-obatan
terlarang ini dari teman-temannya, Eks pun kemudian menjadi seorang pemadat/
pecandu.
Kecanduannya
terhadap narkoba diakui mencapai puncaknya pada kurun masa 1996 hingga 1997.
Segala jenis narkoba: putaw, shabu, ekstasi, heroin, dan lainnya telah
dicobanya pada masa itu, dalam dosis tinggi.
Dijelaskannya, jika
shabu memberi efek yang membuat tubuh menolak makan dan tidur berhari-hari (pada
saat bersamaan merusak kesehatan akibat tidak adanya asupan gizi dan tidak beristirahatnya
tubuh berhari-hari), maka heroin memberi efek hilangnya kesadaran diri (pemicu
terjadinya berbagai tindak kejahatan tanpa disadari; penyebab terjadinya seks
bebas). Sementara efek mengerikan dari pemakaian putaw adalah dalam tingkat
kecanduan lebih lanjut, akan membuat pengguna melukai diri sendiri; mengiris
lengan untuk mengisap darah sendiri.
Dalam pengaruh
narkoba, hampir semua tindak kejahatan pernah dilakukannya, demikian aku Eks.
Tak berhenti hanya sebagai pengguna, dia juga menjual barang-barang haram itu. Menjadi
seorang peminum dan juga bandar judi, merupakan profesi rangkapnya kala itu. Meski
telah berkeluarga, Eks hanya pulang ke rumah sekali-dua kali dalam seminggu,
selebihnya berseliweran dari hotel ke hotel; menjalani kehidupan dengan
setengah kesadaran!
Sesungguhnya,
selain sebagai bandar judi, ketua geng hitam, pemadat, dan penjual narkoba, Eks
juga memiliki banyak usaha halal di berbagai bidang yang memberinya pemasukan
yang tak sedikit. Akan tetapi, dalam pengaruh narkoba, ketiadaan konsentrasi
dalam mengurus segala usahanya menyebabkan satu persatu usahanya ‘babak belur’.
Sebuah fakta
mencengangkan sekaligus memprihatinkan yang akan membuka mata hati kita semua
tentang bahaya narkoba yang diuraikannya lebih lanjut adalah: bagaimana seorang
pecandu memenuhi kebutuhannya akan madat tatkala dia tak memiliki uang?
Narkoba, meski
merupakan barang terlarang, namun diketahui memiliki harga selangit (umumnya di
atas satu juta rupiah).
Dimulainya suatu
rantai kejahatan demi memenuhi keinginan akan candu, seperti mencuri dan
merampok, kemudian pada tingkat lebih lanjut: melukai korban, dan seterusnya,
barangkali dapat menjadi jawaban atas pertanyaan di atas dan sekaligus menjawab
mengapa dikatakan ketika seseorang mulai mengenal narkoba, maka dia adalah
calon pelaku segala kejahatan di masa depannya.
Pun seperti yang
diungkapkan Eks, tak sedikit dari para pecandu (wanita) akan menjual diri, atau
dikenal dengan istilah ‘shabu dibayar seks’ ketika rasa candunya menuntut untuk
segera dipenuhi sementara dia tak memiliki uang. Ironisnya, kita tahu di negara
kita terdapat juga pecandu narkoba usia remaja (13-16 tahun — pria dan wanita). Untuk fakta satu ini, kita turut bersedih dan prihatin
untuk matinya moral diri anak bangsa akibat narkoba! Oleh karena itu jangan
pernah mencoba narkoba!
Pengaruh Narkoba
Tidak ada
kehidupan baik, apalagi tenang dan bahagia yang akan menyertai seorang pecandu
narkoba, demikian juga dengan kehidupan Eks di masa lalunya. Pertengkaran demi
pertengkaran kerap mewarnai rumah tangganya, hingga pun ancaman perceraian
pernah diterimanya dari sang istri tercinta, yang sesungguhnya adalah seorang
wanita yang amat penyabar, tatkala nasihat demi nasihat kepadanya selalu hanya
bagaikan angin lalu saja.
Meski berbagai
usahanya yang hancur diterjemahkannya sebagai teguran berkali-kali dari Tuhan
atas semua perilaku tak pantasnya; pun beberapa sahabatnya sesama pecandu
narkoba diketahui mengalami gangguan kerusakan otak (kegilaan) setelah
mengonsumsi narkoba selama beberapa waktu lamanya (di antaranya bahkan
meninggal dunia), namun hal itu tak juga membuat Eks tersadarkan untuk
bertobat.
Bersama narkoba,
belasan tahun (1994-2007) dijalaninya dengan kesia-siaan. Tanggung jawab
sebagai seorang anak, suami, saudara, warga negara, terlebih sebagai manusia di
hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan dalam bingkai kemanusiaan, lalai dijalankannya.
Titik balik
kehidupan Eks baru terjadi di 2008. Penyebabnya adalah di usia pernikahannya
yang memasuki tahun kesepuluh, Eks dikaruniai seorang putra, namun sang putra
terdiagnosis mengalami kelainan sejak dalam kandungan.
Putra pertamanya
yang terlahir dengan cacat bawaan tersebut akhirnya harus direlakannya kembali
menghadap Sang Khalik dalam usianya yang hanya beberapa bulan, setelah berbagai
upaya medis dalam dan luar negeri diberikan dan gagal menyelamatkannya.
Kesedihan yang
mendalam akibat kehilangan putra satu-satunya, mengetuk kuat nurani Eks untuk mengubah
segala perilaku dan apa yang dijalaninya, serta bertekad untuk bertobat dan
kembali ke jalan yang benar.
“Tuhan, jika ini
cobaan dari-Mu, jangan memberiku terlalu berat. Aku bisa bertobat...,” kenang Eks
saat dirinya mengunjungi rumah Tuhan pacca kematian putranya. “Tuhan marah,
benar-benar marah! Dia tak lagi memberiku teguran, namun hukuman...,” ujar Eks yang
tak menampik cacat pada janin dalam kandungan memiliki hubungan erat dengan
kerusakan gen/ sel tubuh akibat pengaruh narkoba.
Tentunya
bukan perkara mudah untuk menghentikan segala kebiasaan yang telah mendarah
daging selama belasan tahun, apalagi yang berhubungan dengan narkoba dan candu.
Namun dengan tekad yang kuat, tiada hal yang mustahil. Berhenti total dari
segala kebiasaan buruk sejak saat itu juga, menjadi harga mati yang tak dapat
lagi ditawar bagi Eks. Penderitaan akibat sakaw (sakao — sakit karena ketagihan atau putus obat) harus
ditanggung Eks selama setahun lebih sebelum dapat terlepas sepenuhnya dari
narkoba.
Bujukan dan
rayuan untuk kembali berkubang dalam lumpur yang sama, bukan hal yang mustahil
akan membuat Eks kembali ke dunia hitam. Untuk itu, semua hubungan dengan para ‘saudara’nya
di geng hitam diputuskannya dengan cara mengganti nomor telepon dan diikuti kemudian
dengan mengayun langkah kakinya pergi jauh ke sebuah tempat yang tak dapat
dihubungi oleh mereka.
Penutup
‘Manusia,
tidaklah takut berbuat salah, hanya takutlah jikalau telah tahu salah, tak
hendak memperbaiki diri.’
Meski telah
sepenuhnya terbebas dari narkoba dan menjalani kehidupan dengan normal; pun
enam tahun sudah dilalui Eks tanpa gelar pecandu, pemadat, maupun penjudi dan pemabuk,
namun pandangan sinis dan dikucilkan oleh masyarakat serta keluarga masih
dirasakan Eks hingga hari ini. Sebuah harga mahal yang harus dibayarnya akibat
pengenalannya dengan narkoba!
Menceritakan kisah
hidupnya di masa lalu secara transparan, dengan keberanian yang luar biasa, Eks
telah menginspirasi kita semua untuk memahami lebih mendalam tentang apa dan
bagaimana efek buruk narkoba itu sesungguhnya bagi pemakai – terhadap kehidupan
pribadi, dalam masyarakat; dalam jangka waktu singkat, dan bahkan efek terhadap
seumur hidup seorang mantan pemadat.
Membahas tentang
bahaya narkoba, selalu ada pihak-pihak yang kita tuding — pemerintah,
kepolisian, badan penanggulangan bahaya narkoba — sebagai yang paling
bertanggung jawab mencegah, mengawasi dan menindaklanjuti para pengguna dan
pengedar narkoba. Sesungguhnya, kita semua memiliki tanggung jawab yang sama
dalam memerangi narkoba.
Dimulai dari
diri sendiri; proteksi diri dengan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bentengi
keluarga dengan kasih, komunikasi, dan perhatian yang tulus. Bukalah mata dan
telinga akan pengetahuan tentang bahaya narkoba; edukasikan kepada siapa saja
tentang efek negatif narkoba sedini mungkin. Lebih lanjut, bukalah hati dan
tangan untuk menerima kembali siapa pun yang pernah terjerumus dalam narkoba
dan bertobat, sebab pun Tuhan telah terlebih dahulu mengampuni seseorang yang
telah bertobat.
“Setiap manusia itu punya tanggung jawab,
tanggung jawab atas jalan kehidupannya sendiri; tanggung jawab atas apa yang
telah dilakukannya.... Sesungguhnya, aku menyadari, hanya diri sendirilah
penentu akan menjalani kehidupan seperti apa,” ucap Eks menutup perbincangan kami
siang itu.
Menilik masa
lalunya, ada penyesalan mendalam yang diungkapkan Eks bahwa dia telah
menyia-nyiakan banyak waktu, kesehatan, dan kesadarannya untuk hal-hal tak
bermanfaat. Semestinya, jangan ada lagi generasi penerus bangsa kita yang
mengikuti jejak Eks di masa lalunya itu! *
Penulis
adalah tenaga pendidik; ghostwriter/
co-writer.
( Artikel ini diterbitkan Harian Analisa, Medan)