Shoutbox

13 October 2013

Arti Penting Sahabat



Oleh: Liven R
SEBAGAI makhluk sosial, kita senantiasa memerlukan teman atau sahabat sebagai tempat bermain, berbagi cerita (di saat senang dan susah), maupun tempat kita belajar selama menjalani proses kehidupan kita.
Sesungguhnya, untuk ‘berteman’ dengan seseorang, kita hanya butuh waktu beberapa menit saja. Ya, mulailah dengan berkenalan, saling menyapa untuk mengetahui sedikit informasi diri seperti umur dan pekerjaan, jadilah teman! Namun, lain halnya dengan ‘sahabat’. Untuk mendapatkan/memberi label ‘sahabat’, kita membutuhkan waktu seumur hidup untuk mengenali dan membina hubungan pertemanan yang telah ada agar dapat naik ke jenjang yang mana telah pantas disebut ‘sahabat’.
‘Bahwa pertemanan harus membawa dampak positif dan berinteraksi secara positif juga’, demikian sebaris kalimat yang ditulis Reni Erina—Editor Majalah Story—pada status FB-nya beberapa waktu yang lalu saat dia mengaku sedang menghapus beberapa teman FB-nya.
Bagi penulis, kalimat tersebut terdengar sederhana, namun mengandung arti yang mendalam, dan penulis pribadi amat setuju dengan pernyataan tersebut. Mengapa?
Pada dasarnya, sahabat terbagi dua jenis, yakni kalyana mitta dan akalyana mitta—Bahasa Pali, yang berarti sahabat sejati dan sahabat palsu.
Dalam kehidupan sehari-hari, sahabat sejati dapat kita labelkan langsung kepada orangtua dan para guru kita, sebab kita tahu pasti bahwa orangtua dan guru adalah orang-orang yang senantiasa membantu mengatasi kesulitan kita tanpa pamrih dan tak pernah menjerumuskan kita.
Selain guru dan orangtua, tentunya masih terdapat orang-orang yang layak disebut sahabat sejati, yakni mereka yang senantiasa mengajarkan kita hal-hal baik dan selalu mengharapkan kebaikan kita, serta ikut gembira ketika kita mampu mencapai suatu kemajuan dalam hidup.
Lantas bagaimana ciri-ciri sahabat palsu?
Ketika baru memulai sebuah pertemanan, kita tentu tak dapat memastikan dengan cepat dan tepat siapa dan bagaimana sesungguhnya teman baru kita. Seiring waktu (jika kita jeli) biasanya sikap dan sifat bawaan seseorang akan mulai terlihat dan semakin lama akan semakin jelas.
Tak terelakkan bahwa sering kita akan bertemu teman dengan sifat yang beragam, di antaranya yang memiliki sifat ‘pelit’ hingga mendekati ‘kikir’, teman yang hanya ingat untuk bertanya ‘apa kabar?’ ketika dia sedang membutuhkan pertolongan kita, teman yang suka menggosip untuk mengisi waktu luangnya, hingga teman yang siang dan malam ahli mengeluh dengan bahasa melankolis nan lebay bin alaynya. (Hehehe…)
Profesional Muda, disadari atau tidak, ketika kita berinteraksi dan bergaul dengan seseorang/sekelompok orang di suatu lingkungan dalam jangka waktu tertentu secara terus-menerus, meskipun sifat dasar kita sulit terpengaruh, namun perilaku kita lambat-laun akan terpengaruh dan menjadi mirip dengan perilaku orang-orang dalam lingkungan tersebut.
Sederhananya, ketika berada di lingkungan dengan manusia yang berperilaku baik, seseorang akan belajar kebaikan, demikian juga sebaliknya. Selain itu, manusia sering mengubah perilakunya dan meniru perilaku orang lain demi mendapatkan pengakuan dari orang-orang di lingkungan pergaulannya.
Jika dalam pergaulan, kita terpengaruh menjadi sedikit pelit, senang menggosip dan suka mengeluh, tentunya masih wajar selagi hal tersebut tak sampai merugikan orang lain (dan jika bisa tentu saja jangan sama sekali). Namun, menjadi penting dan harus dihindari ketika pergaulan tersebut telah membawa perubahan besar dalam hidup, apalagi menjurus ke hal-hal negatif yang membawa keresahan dalam keluarga dan masyarakat.
Sebuah kisah nyata dari seorang relawan Yayasan Buddha Tzu Chi (yang telah difilmkan dan dirilis oleh DAAI TV sebagai drama seri keteladanan) berikut ini mungkin bisa menyadarkan kita betapa pentingnya memilih teman dalam bergaul:
Sejak kecil AB (lelaki) sering dimarahi dan dipukul ayahnya karena hal-hal sepele. Kasih sayang yang kurang dari ayahnya, membuat AB tertekan dan kecewa dengan kehidupannya. Satu-satunya orang yang selalu menjadi tempatnya mengadu resah hanyalah neneknya.
Singkat cerita, beranjak dewasa AB pun mulai bekerja dengan penghasilan yang minim. Dan oleh seorang sahabatnya, dia kemudian dijanjikan pekerjaan yang lebih baik, namun harus meninggalkan kampung halaman dan tentunya jauh dari neneknya yang tercinta. Namun, untuk membuktikan kepada ayahnya bahwa dia sanggup menjadi manusia yang berguna, dia pun membulatkan tekadnya untuk pergi menyongsong masa depannya.
Sesampainya di kota, AB baru menyadari pekerjaan yang dijanjikan temannya ternyata adalah sebagai kurir narkoba! Untuk kembali, rasanya amat berat karena gengsinya terhadap ayahnya. Ditambah dengan bujukan teman-teman pada geng ‘hitam’ tersebut, akhirnya kurir narkoba pun dilakoni AB.
Hampir setiap malam, ‘teman-teman baik’nya mempertunjukkan dan mengajarinya bagaimana cara mengonsumsi minuman keras (miras) dan narkoba. Anda tahu? Ketika seseorang telah mengonsumsi narkoba, maka dialah calon pelaku serangkaian hal buruk lainnya. Ya, AB menceritakan tak ada satu hal buruk apa pun yang tak pernah dia lakukan kala itu. Mencuri di mobil yang sedang diparkir, berlari dari kejaran polisi, merampok, dan berkelahi ala Street Fighter, adalah kesehariannya.
Masuk penjara dan panti rehabilitasi? Itu pun sudah menjadi langganannya! Bahkan ketika neneknya yang tercinta wafat, dia harus pulang dengan mengendap-endap karena sedang menjadi buronan kepolisian.
Profesional Muda, AB sesungguhnya letih menghadapi kehidupannya yang demikian kacau. Berkali-kali dipenjara, berkali-kali dia merenung dan bertekad untuk kembali ke jalan yang benar jika dia bebas nanti. Namun, setiap kali bebas, wajah pertama yang dijumpai adalah wajah teman-teman dari geng hitamnya. “Kita saudara! Kesulitanmu adalah kesulitanku. Kalau kamu tak mau bergabung lagi dengan kami, itu berarti kamu tak setia kawan! Mari merayakan kebebasanmu dengan minum. Saya yang traktir!” ucapan inilah yang selalu membuat AB kembali berkubang dalam lumpur yang sama.
Berapa banyakkah di antara kita yang selalu mengaku teman dan sahabat bagi orang lain, namun dalam kenyataannya justru menjerumuskan?
Sesungguhnya dalam kasus AB, tak ada yang salah dalam dirinya, ‘pergaulan’ dan ‘sahabat’ yang salahlah yang telah menjerumuskannya!
Dewasa ini, banyak yang berpendapat, tak merokok, tak bisa minum miras, tak tahu mengonsumsi narkoba, berjudi, mengunjungi prostitusi, dan sebagainya, ketinggalan zaman! Bisa merokok, seks bebas, gonta-ganti pasangan hidup, mampu mengonsumsi miras dan narkoba, keren abis!
Profesional Muda, adakah seseorang yang mengaku sahabat Anda mengatakan hal seperti di atas kepada Anda? Jika ada, sanggupkah Anda mengatakan padanya ‘itu salah!’ dan membawanya kembali ke pemahaman yang benar sejatinya? Jika tak sanggup, segeralah angkat kaki dan menjauhlah! Sebab, alih-alih berebut gelar ‘sampah masyarakat’, kita perlu mengasihani diri sendiri dan juga orangtua kita yang telah bersusah payah membesarkan kita!
Ya, bagaimana pun kita adalah manusia biasa. Ketika kita tak sanggup berperan layaknya malaikat yang mampu menyadarkan, maka kita selalu punya pilihan untuk menyelamatkan diri dan tak ikut berbuat yang tak baik. Dan, kita sesungguhnya tak membutuhkan pengakuan ‘setia kawan’ dari orang-orang yang tak menghargai jasmaninya dan arti hidup sesungguhnya.
Kembali ke kisah AB, keluar dari penjara di kali terakhirnya, dia bertekad tidak menemui ‘teman-teman baik’nya terlebih dahulu, melainkan pergi menemui seorang relawan Tzu Chi yang pernah membimbingnya selama di penjara dan mendaftarkan diri menjadi relawan juga. Namun ini tentu tak mudah. Teman-temannya terus berusaha menyeretnya kembali ke jalan ‘hitam’ dengan berbagai cara halus maupun ancaman. Ya, istilah ‘sekali salah jalan, seseorang sulit untuk kembali’ agaknya berlaku juga pada AB.
“Aku kini mengabdikan diri untuk kebaikan orang lain. Apa pun, aku tak ‘kan kembali bersama kalian, meskipun kamu membunuhku!” demikian ucap AB kepada temannya di bawah ancaman pisau di lehernya.
Tak mendapatkan respon, akhirnya teman-temannya pun tak lagi berminat terhadap AB. Sejak itu, AB menjadi relawan Tzu Chi dan rutin mengadakan kunjungan kasih di penjara Taiwan dan menjadi sosok keteladanan bagi para pecandu narkoba yang sedang menjalani masa rehabilitasi narkoba melalui kisah hidupnya.
Kisah AB menunjukkan kepada kita, terhadap sahabat (palsu) yang tak membawa kebaikan bahkan cenderung mendukung perbuatan kita yang salah dan mengajarkan hal-hal yang tak bermanfaat, kita harus mampu mengatakan ‘tidak!’. Dan, meskipun kita pernah salah dalam bergaul dan pernah terjerumus, selalu ada kesempatan untuk kembali ke jalan yang benar asalkan kita bertekad untuk bertobat.
Sahabat yang baik adalah sahabat yang membawa ke arah kebaikan, mencegah kita berbuat salah dan senantiasa mengingatkan ketika langkah kita mulai menyimpang. Profesional Muda, sudahkah Anda bergaul dengan kalyana mitta dan berperan sebagai kalyana mitta? Semoga kita semua mampu menjadi individu kebanggaan keluarga dan masyarakat!
*Penulis adalah trainer penulisan
Dimuat Analisa, TRP, 4 Agustus 2013