Shoutbox

26 June 2016

Kesaksian tentang Bahaya Narkoba


Oleh: Liven R

BERBICARA tentang bahaya penyalahgunaan narkoba, kita berbicara tentang masa depan individu, kelompok masyarakat, dan tentang nasib suatu bangsa.
Narkoba, disebut juga dengan istilah napza (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif) sesungguhnya merupakan senyawa-senyawa psikotropika yang pada penggunaan wajar (dengan dosis yang tepat) oleh profesional medis adalah sebagai penghilang rasa nyeri dan penghilang kesadaran pasien pada saat tindakan pengoperasian akan dilakukan.
Namun dewasa ini, penyalahgunaan narkoba di kalangan masyarakat, telah menjadi momok yang menjerat kehidupan, tak hanya penggunanya saja, namun juga memberi dampak negatif secara meluas bagi lingkungan sekitar.
Secara umum, penyalahgunaan narkoba bagi individu terkait akan menimbulkan risiko kecanduan, perubahan aktivitas mental dan perilaku, memengaruhi kesadaran — menimbulkan halusinasi, mempercepat kerja otot jantung, mengurangi aktivitas fungsional tubuh (menghilangkan kesadaran), melemahkan dan merusak kerja syaraf otak, menimbulkan sesak nafas, terjangkit HIV (akibat penggunaan jarum suntik secara bergantian), hingga menimbulkan kematian.
Jangan Pernah Mencoba Narkoba!
Seberapa mengerikan sesungguhnya efek dari penyalahgunaan narkoba itu? Apa yang dirasakan pengguna pada taraf kecanduan ekstrem?
Bertahun-tahun penulis menyimpan pertanyaan di atas dan tak henti mencari jawab — sebagai bagian dari upaya turut memerangi penyalahgunaan narkoba yang disinyalir secara memprihatinkan telah menyentuh kehidupan masyarakat tak hanya kelompok usia tua; dewasa, namun juga remaja;  pria maupun wanita.
Minggu siang, penulis berhasil menemui Eks, begitu saja kita sebut namanya, mantan pemadat (pria) yang kemudian bersedia menceritakan secara gamblang pengalaman hidupnya dahulu di lembah kekelaman akibat narkoba. Pengalaman yang — bagi  penulis — tidak  semua orang sanggup mengungkapkannya.  
Dikisahkan oleh Eks, dirinya mulai mengenal narkoba di tahun 1994, pada usianya yang masih sangat muda, yakni duapuluh satu tahun. Bermula dari coba-coba terhadap obat-obatan terlarang ini dari teman-temannya, Eks pun kemudian menjadi seorang pemadat/ pecandu.
Kecanduannya terhadap narkoba diakui mencapai puncaknya pada kurun masa 1996 hingga 1997. Segala jenis narkoba: putaw, shabu, ekstasi, heroin, dan lainnya telah dicobanya pada masa itu, dalam dosis tinggi.
Dijelaskannya, jika shabu memberi efek yang membuat tubuh menolak makan dan tidur berhari-hari (pada saat bersamaan merusak kesehatan akibat tidak adanya asupan gizi dan tidak beristirahatnya tubuh berhari-hari), maka heroin memberi efek hilangnya kesadaran diri (pemicu terjadinya berbagai tindak kejahatan tanpa disadari; penyebab terjadinya seks bebas). Sementara efek mengerikan dari pemakaian putaw adalah dalam tingkat kecanduan lebih lanjut, akan membuat pengguna melukai diri sendiri; mengiris lengan untuk mengisap darah sendiri.
Dalam pengaruh narkoba, hampir semua tindak kejahatan pernah dilakukannya, demikian aku Eks. Tak berhenti hanya sebagai pengguna, dia juga menjual barang-barang haram itu. Menjadi seorang peminum dan juga bandar judi, merupakan profesi rangkapnya kala itu. Meski telah berkeluarga, Eks hanya pulang ke rumah sekali-dua kali dalam seminggu, selebihnya berseliweran dari hotel ke hotel; menjalani kehidupan dengan setengah kesadaran!
Sesungguhnya, selain sebagai bandar judi, ketua geng hitam, pemadat, dan penjual narkoba, Eks juga memiliki banyak usaha halal di berbagai bidang yang memberinya pemasukan yang tak sedikit. Akan tetapi, dalam pengaruh narkoba, ketiadaan konsentrasi dalam mengurus segala usahanya menyebabkan satu persatu usahanya ‘babak belur’.
Sebuah fakta mencengangkan sekaligus memprihatinkan yang akan membuka mata hati kita semua tentang bahaya narkoba yang diuraikannya lebih lanjut adalah: bagaimana seorang pecandu memenuhi kebutuhannya akan madat tatkala dia tak memiliki uang?
Narkoba, meski merupakan barang terlarang, namun diketahui memiliki harga selangit (umumnya di atas satu juta rupiah).
Dimulainya suatu rantai kejahatan demi memenuhi keinginan akan candu, seperti mencuri dan merampok, kemudian pada tingkat lebih lanjut: melukai korban, dan seterusnya, barangkali dapat menjadi jawaban atas pertanyaan di atas dan sekaligus menjawab mengapa dikatakan ketika seseorang mulai mengenal narkoba, maka dia adalah calon pelaku segala kejahatan di masa depannya.
Pun seperti yang diungkapkan Eks, tak sedikit dari para pecandu (wanita) akan menjual diri, atau dikenal dengan istilah ‘shabu dibayar seks’ ketika rasa candunya menuntut untuk segera dipenuhi sementara dia tak memiliki uang. Ironisnya, kita tahu di negara kita terdapat juga pecandu narkoba usia remaja (13-16 tahun — pria  dan wanita).  Untuk fakta satu ini, kita turut bersedih dan prihatin untuk matinya moral diri anak bangsa akibat narkoba! Oleh karena itu jangan pernah mencoba narkoba!
Pengaruh Narkoba
Tidak ada kehidupan baik, apalagi tenang dan bahagia yang akan menyertai seorang pecandu narkoba, demikian juga dengan kehidupan Eks di masa lalunya. Pertengkaran demi pertengkaran kerap mewarnai rumah tangganya, hingga pun ancaman perceraian pernah diterimanya dari sang istri tercinta, yang sesungguhnya adalah seorang wanita yang amat penyabar, tatkala nasihat demi nasihat kepadanya selalu hanya bagaikan angin lalu saja.
Meski berbagai usahanya yang hancur diterjemahkannya sebagai teguran berkali-kali dari Tuhan atas semua perilaku tak pantasnya; pun beberapa sahabatnya sesama pecandu narkoba diketahui mengalami gangguan kerusakan otak (kegilaan) setelah mengonsumsi narkoba selama beberapa waktu lamanya (di antaranya bahkan meninggal dunia), namun hal itu tak juga membuat Eks tersadarkan untuk bertobat.   
Bersama narkoba, belasan tahun (1994-2007) dijalaninya dengan kesia-siaan. Tanggung jawab sebagai seorang anak, suami, saudara, warga negara, terlebih sebagai manusia di hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan dalam bingkai kemanusiaan, lalai dijalankannya.
Titik balik kehidupan Eks baru terjadi di 2008. Penyebabnya adalah di usia pernikahannya yang memasuki tahun kesepuluh, Eks dikaruniai seorang putra, namun sang putra terdiagnosis mengalami kelainan sejak dalam kandungan.
Putra pertamanya yang terlahir dengan cacat bawaan tersebut akhirnya harus direlakannya kembali menghadap Sang Khalik dalam usianya yang hanya beberapa bulan, setelah berbagai upaya medis dalam dan luar negeri diberikan dan gagal menyelamatkannya.
Kesedihan yang mendalam akibat kehilangan putra satu-satunya, mengetuk kuat nurani Eks untuk mengubah segala perilaku dan apa yang dijalaninya, serta bertekad untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar.
“Tuhan, jika ini cobaan dari-Mu, jangan memberiku terlalu berat. Aku bisa bertobat...,” kenang Eks saat dirinya mengunjungi rumah Tuhan pacca kematian putranya. “Tuhan marah, benar-benar marah! Dia tak lagi memberiku teguran, namun hukuman...,” ujar Eks yang tak menampik cacat pada janin dalam kandungan memiliki hubungan erat dengan kerusakan gen/ sel tubuh akibat pengaruh narkoba.
            Tentunya bukan perkara mudah untuk menghentikan segala kebiasaan yang telah mendarah daging selama belasan tahun, apalagi yang berhubungan dengan narkoba dan candu. Namun dengan tekad yang kuat, tiada hal yang mustahil. Berhenti total dari segala kebiasaan buruk sejak saat itu juga, menjadi harga mati yang tak dapat lagi ditawar bagi Eks. Penderitaan akibat sakaw (sakao — sakit  karena ketagihan atau putus obat) harus ditanggung Eks selama setahun lebih sebelum dapat terlepas sepenuhnya dari narkoba.
Bujukan dan rayuan untuk kembali berkubang dalam lumpur yang sama, bukan hal yang mustahil akan membuat Eks kembali ke dunia hitam. Untuk itu, semua hubungan dengan para ‘saudara’nya di geng hitam diputuskannya dengan cara mengganti nomor telepon dan diikuti kemudian dengan mengayun langkah kakinya pergi jauh ke sebuah tempat yang tak dapat dihubungi oleh mereka.
Penutup
Manusia, tidaklah takut berbuat salah, hanya takutlah jikalau telah tahu salah, tak hendak memperbaiki diri.’
Meski telah sepenuhnya terbebas dari narkoba dan menjalani kehidupan dengan normal; pun enam tahun sudah dilalui Eks tanpa gelar pecandu, pemadat, maupun penjudi dan pemabuk, namun pandangan sinis dan dikucilkan oleh masyarakat serta keluarga masih dirasakan Eks hingga hari ini. Sebuah harga mahal yang harus dibayarnya akibat pengenalannya dengan narkoba!
Menceritakan kisah hidupnya di masa lalu secara transparan, dengan keberanian yang luar biasa, Eks telah menginspirasi kita semua untuk memahami lebih mendalam tentang apa dan bagaimana efek buruk narkoba itu sesungguhnya bagi pemakai – terhadap kehidupan pribadi, dalam masyarakat; dalam jangka waktu singkat, dan bahkan efek terhadap seumur hidup seorang mantan pemadat.
Membahas tentang bahaya narkoba, selalu ada pihak-pihak yang kita tuding — pemerintah, kepolisian, badan penanggulangan bahaya narkoba — sebagai yang paling bertanggung jawab mencegah, mengawasi dan menindaklanjuti para pengguna dan pengedar narkoba. Sesungguhnya, kita semua memiliki tanggung jawab yang sama dalam memerangi narkoba.
Dimulai dari diri sendiri; proteksi diri dengan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bentengi keluarga dengan kasih, komunikasi, dan perhatian yang tulus. Bukalah mata dan telinga akan pengetahuan tentang bahaya narkoba; edukasikan kepada siapa saja tentang efek negatif narkoba sedini mungkin. Lebih lanjut, bukalah hati dan tangan untuk menerima kembali siapa pun yang pernah terjerumus dalam narkoba dan bertobat, sebab pun Tuhan telah terlebih dahulu mengampuni seseorang yang telah bertobat.
 “Setiap manusia itu punya tanggung jawab, tanggung jawab atas jalan kehidupannya sendiri; tanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.... Sesungguhnya, aku menyadari, hanya diri sendirilah penentu akan menjalani kehidupan seperti apa,” ucap Eks menutup perbincangan kami siang itu.
Menilik masa lalunya, ada penyesalan mendalam yang diungkapkan Eks bahwa dia telah menyia-nyiakan banyak waktu, kesehatan, dan kesadarannya untuk hal-hal tak bermanfaat. Semestinya, jangan ada lagi generasi penerus bangsa kita yang mengikuti jejak Eks di masa lalunya itu! *

Penulis adalah  tenaga pendidik; ghostwriter/ co-writer.
( Artikel ini diterbitkan Harian Analisa, Medan)